Setiap manusia di muka bumi mengejar satu hal: kebahagiaan. Di era modern, kebahagiaan sering diukur dengan harta, jabatan, atau jumlah likes di media sosial. Namun, Islam menawarkan sebuah konsep kebahagiaan yang jauh lebih dalam, permanen, dan tidak lekang oleh ujian dunia: Kebahagiaan Sejati (Sa’adah).
Kebahagiaan dalam Islam bukanlah sekadar kesenangan jasmani yang bersifat sementara, tetapi sebuah ketenangan batin (sakinah dan thuma’ninah) yang berakar pada koneksi yang kokoh dengan Sang Pencipta, Allah SWT.
1. Kebahagiaan Bukan di Harta, Tapi di Hati
Islam mengajarkan bahwa mencari kebahagiaan sejati dimulai dengan mencari ridha (keridaan) Allah, bukan mengumpulkan materi. Sebab, harta bisa hilang, pujian bisa lenyap, tetapi kedekatan dengan Allah adalah sumber ketenangan abadi.
Kunci Ketenangan (Dzikrullah):
Al-Qur’an secara tegas menyebutkan sumber utama ketenangan hati:
“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar-Ra’d: 28)
Mengingat Allah (dzikrullah), baik melalui lisan, pikiran, maupun perbuatan (ibadah), adalah fondasi kebahagiaan Muslim. Ini berarti, saat badai kehidupan menerpa, kebahagiaan sejati tetap kokoh karena ia bersandar pada iman, bukan pada situasi dunia yang fluktuatif.
2. Tiga Pilar Kebahagiaan: Sabar, Syukur, dan Takwa
Untuk membangun kebahagiaan hakiki, seorang Muslim perlu menanamkan tiga pilar utama:
a. Syukur (Memandang Penuh, Bukan Kekurangan)
Syukur adalah kunci utama penambahan nikmat dan kebahagiaan. Orang yang bersyukur tidak pernah merasa kekurangan, meskipun hartanya sedikit.
Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS. Ibrahim: 7)
Syukur mengubah pandangan kita: Musibah dilihat sebagai ujian, sementara nikmat yang kecil pun terasa melimpah. Hati yang bersyukur adalah hati yang lapang.
b. Sabar (Kekuatan di Tengah Ujian)
Sabar bukanlah pasif, melainkan kekuatan untuk menahan diri dari keluh kesah, emosi negatif, dan keputusasaan saat menghadapi takdir yang tidak menyenangkan.
Sabar dan syukur adalah dua sayap kebahagiaan, sebagaimana sabda Nabi ﷺ: “Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin. Jika ia mendapat kebahagiaan, ia bersyukur, dan itu baik baginya. Jika ia ditimpa musibah, ia bersabar, dan itu pun baik baginya.” (HR. Muslim)
c. Takwa (Jalan Keluar dan Rezeki Tak Terduga)
Takwa—menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya—dijanjikan Allah sebagai sumber kebahagiaan yang membawa solusi dan rezeki:
“…Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya…” (QS. Ath-Thalaq: 2-3)
Orang yang bertakwa memiliki peta hidup yang jelas, sehingga ia tidak mudah tersesat atau gelisah mencari-cari kebahagiaan di tempat yang salah.
3. Tujuan Akhir: Kebahagiaan Abadi
Seorang Muslim meyakini bahwa kebahagiaan dunia hanyalah jembatan. Kebahagiaan sejati dan kekal adalah Surga Firdaus. Inilah yang membedakan konsep Islam dari filosofi lain.
Kebahagiaan kita di dunia adalah kebahagiaan yang terarah: kebahagiaan yang membawa kita pada keridaan-Nya.
Orang yang bahagia sejati adalah orang yang ketika ajal menjemput, jiwanya dipanggil dengan tenang, sebagaimana firman Allah:
“(Hai jiwa yang tenang! Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku.” (QS. Al-Fajr: 27-30)
Ini adalah puncak kebahagiaan: ketenangan saat kembali kepada Pencipta, dikelilingi oleh keridaan-Nya.
Kesimpulan: Formula Bahagia Muslim
Kebahagiaan dalam Islam dapat dirumuskan secara sederhana:
$$\text{Kebahagiaan Sejati} = \text{Ketaatan} + \text{Sabar} + \text{Syukur} + \text{Thuma’ninah (Ketenangan Batin)}$$
Mari kita hentikan pencarian kebahagiaan di luar diri kita. Dengan menjadikan ketaatan kepada Allah sebagai pusat kehidupan, dan mempraktikkan sabar serta syukur, kita akan menemukan bahwa kebahagiaan yang paling menenangkan sudah ada di dalam hati, menunggu untuk dihidupkan.


