Yayasan Giat Aksi Sejahtera

Logo gas PNG
Tauhid dan Keseimbangan Ekologis (Mīzān): Menyatukan Tuhan, Manusia, dan Alam

Tauhid dan Keseimbangan Ekologis (Mīzān): Menyatukan Tuhan, Manusia, dan Alam

Dalam ajaran Islam, segala sesuatu berakar pada konsep Tauhid, yaitu pengakuan akan keesaan Allah SWT sebagai satu-satunya Pencipta, Pemilik, dan Pengatur alam semesta. Tauhid bukan sekadar dogma teologis; ia adalah lensa yang melalui mana seorang Muslim memahami dirinya, sesamanya, dan hubungannya dengan alam.

Dari Tauhid inilah lahir pemahaman tentang Keseimbangan Ekologis (Mīzān)—prinsip dasar yang mengikat seluruh ciptaan, dari atom terkecil hingga galaksi terjauh. Merusak lingkungan adalah pelanggaran terhadap Tauhid, karena berarti merusak kesatuan dan keseimbangan yang diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa.


1. Tauhid: Akar dari Keterhubungan Universal

Tauhid mengajarkan bahwa Allah adalah satu, dan segala sesuatu di alam semesta ini adalah ciptaan-Nya. Ini menimbulkan beberapa implikasi penting terhadap lingkungan:

  • Pemilik Mutlak: Jika Allah adalah Pemilik tunggal, maka manusia hanyalah pengelola (Khalifah). Kita tidak memiliki hak absolut untuk mengeksploitasi alam sesuka hati, melainkan memiliki tanggung jawab untuk menjaga dan melestarikannya.
  • Kesatuan Ciptaan: Semua makhluk—hewan, tumbuhan, air, udara—adalah bagian dari “keluarga” Allah (‘iyālullāh), saling terkait dalam sebuah ekosistem yang rapuh. Merusak satu bagian berarti mengganggu keseluruhan, seperti merusak jaring laba-laba.
  • Ketundukan Universal: Seluruh alam semesta tunduk kepada Allah (Aslama). Manusia, dengan akal dan pilihan bebasnya, juga diharapkan tunduk kepada kehendak Allah, yang salah satunya adalah menjaga keseimbangan ciptaan-Nya.

2. Mīzān: Prinsip Keseimbangan Ilahi

Al-Qur’an berulang kali menyebutkan konsep Mīzān (neraca, keseimbangan, atau ukuran yang adil). Allah menciptakan alam semesta dengan ukuran yang cermat dan sempurna:

“Dan langit telah ditinggikan-Nya, dan Dia menciptakan keseimbangan (mīzān).” (QS. Ar-Rahman: 7)

“Agar kamu jangan melampaui batas dalam timbangan itu. Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil, dan janganlah kamu mengurangi timbangan itu.” (QS. Ar-Rahman: 8-9)

Ayat-ayat ini bukan hanya berbicara tentang timbangan di pasar, tetapi juga tentang timbangan alam semesta. Allah menciptakan segala sesuatu dengan ukuran dan hukumnya sendiri agar tidak terjadi ketidakseimbangan.

Penyimpangan dari Mīzān = Fasād

Ketika manusia melampaui batas (taghā) dalam penggunaan sumber daya alam, melakukan eksploitasi berlebihan, mencemari, atau merusak ekosistem, ia telah melanggar prinsip Mīzān. Pelanggaran ini disebut Fasād (kerusakan atau kekacauan).

  • Contoh Pelanggaran Mīzān: Deforestasi besar-besaran, polusi industri yang tidak terkendali, penangkapan ikan yang merusak ekosistem laut, pemborosan air, dan konsumsi berlebihan.

Kerusakan ini tidak hanya berdampak pada lingkungan fisik, tetapi juga pada kesejahteraan manusia sendiri, yang pada akhirnya akan merasakan akibat dari ketidakseimbangan yang mereka ciptakan.


3. Praktik Menjaga Mīzān dalam Hidup Sehari-hari

Memahami Tauhid dan Mīzān seharusnya mendorong seorang Muslim untuk menjadi pelopor dalam menjaga lingkungan:

  • Konsumsi Berkesadaran: Membeli hanya sesuai kebutuhan, menghindari pemborosan (Isrāf) dan menghamburkan (Tabdhīr). Setiap barang yang kita beli memiliki jejak lingkungan, jadi setiap keputusan haruslah adil.
  • Konservasi Sumber Daya: Menghemat air saat berwudu, mematikan listrik saat tidak digunakan, dan mengurangi penggunaan plastik sekali pakai adalah manifestasi dari menjaga Mīzān.
  • Pengelolaan Limbah: Memilah sampah dan mengompos sampah organik adalah tindakan nyata untuk mengembalikan elemen ke alam dalam bentuk yang seimbang.
  • Menghijaukan Bumi: Menanam pohon adalah tindakan yang secara langsung mengembalikan keseimbangan ekologis dan mendapatkan pahala jariyah.
  • Memerangi Polusi: Berperan aktif dalam menjaga kebersihan lingkungan dan menolak segala bentuk polusi udara, air, dan tanah.

Kesimpulan:

Tauhid adalah fondasi spiritual yang kuat bagi etika lingkungan Islam. Ia mengajarkan bahwa menghormati alam adalah menghormati Penciptanya. Ketika kita menjaga Mīzān—keseimbangan ilahi—kita tidak hanya memenuhi tanggung jawab sebagai Khalifah, tetapi juga menguatkan iman kita dan menegaskan keesaan Allah yang menciptakan segala sesuatu dengan sempurna. Menjaga lingkungan, dengan demikian, adalah bagian tak terpisahkan dari ibadah seorang Muslim.

Artikel Lainnya