Di era serba-cepat ini, di mana efisiensi dan kecepatan dihargai, seringkali mentalitas ini terbawa ke dalam ibadah kita, termasuk shalat. Banyak dari kita terbiasa menunaikan shalat dengan gerakan secepat kilat, seolah-olah shalat adalah checklist yang harus segera dicentang.
Padahal, ada satu rukun shalat yang menuntut kita untuk melambat, tenang, dan jeda sejenak. Rukun itu adalah Tuma’ninah.
Secara bahasa, Tuma’ninah berarti tenang, diam sejenak, atau menetap. Dalam konteks shalat, Tuma’ninah adalah kondisi di mana seluruh anggota badan berhenti bergerak sempurna setidaknya selama durasi membaca satu kali bacaan tasbih (Subhanallah) di setiap rukun yang disyaratkan.
Tuma’ninah: Bukan Pilihan, Tapi Rukun Wajib
Penting untuk dipahami: Tuma’ninah bukanlah sekadar pelengkap atau sunnah tambahan; ia adalah rukun shalat. Jika rukun ini sengaja atau tidak sengaja ditinggalkan, shalat seseorang dianggap batal atau tidak sah.
Landasan hukum ini berasal dari kisah yang sangat serius, yang dikenal sebagai Hadis tentang Orang yang Buruk Shalatnya (Musī’u Shalātuhu).
Suatu hari, seorang sahabat shalat dengan tergesa-gesa di hadapan Nabi Muhammad ﷺ. Setelah salam, Nabi memanggilnya dan bersabda:
“Ulangi shalatmu! Karena sesungguhnya kamu belum shalat.”
Nabi memerintahkannya mengulang shalat hingga tiga kali, lalu mengajarkannya tata cara shalat yang benar, termasuk keharusan untuk tuma’ninah dalam rukuk, i’tidal, sujud, dan duduk di antara dua sujud.
Implikasi: Hadis ini menegaskan bahwa shalat yang dilakukan tanpa tuma’ninah adalah shalat yang tidak diakui (tidak sah) di sisi Allah, meskipun secara fisik dia telah melakukan semua gerakan.
Tiga Bahaya Shalat Tanpa Tuma’ninah
Melakukan shalat dengan tergesa-gesa ibarat meminum air dari gelas bocor—usaha yang dilakukan tidak menghasilkan manfaat maksimal, bahkan bisa sia-sia.
1. Mencuri dari Shalat (Pencurian Terburuk)
Rasulullah ﷺ menyebut orang yang tidak tuma’ninah sebagai pencuri terburuk.
“Sejahat-jahat pencuri adalah orang yang mencuri dari shalatnya.” Para sahabat bertanya, “Bagaimana seseorang mencuri dari shalatnya?” Beliau bersabda, “Ia tidak menyempurnakan ruku’ dan sujudnya.” (HR. Ahmad). Mencuri dari shalat berarti mengurangi hak Allah dan mengurangi pahala yang seharusnya didapat.
2. Menghilangkan Kekhusyukan (Khushu’)
Tuma’ninah adalah gerbang menuju kekhusyukan. Hati memerlukan waktu untuk menyadari bahwa tubuh sedang berada dalam ibadah; pikiran butuh waktu untuk menghayati zikir. Shalat yang cepat mencegah hati dan pikiran untuk “berhenti” dari urusan dunia, sehingga shalat hanya menjadi gerakan fisik tanpa kehadiran jiwa.
3. Merusak Fungsi Shalat sebagai Pencegah Keji dan Mungkar
Sebagaimana firman Allah: “Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan mungkar.” (QS. Al-‘Ankabut: 45). Fungsi pencegahan ini hanya bekerja jika shalat dilakukan dengan sempurna, termasuk tuma’ninah. Shalat yang tergesa-gesa tidak meninggalkan jejak spiritual atau filter moral di hati, sehingga setelah salam, seseorang mudah kembali melakukan kebiasaan buruk.
Tips Praktis Menerapkan Tuma’ninah
Bagaimana cara memastikan tuma’ninah selalu hadir dalam shalat kita?
- Bacaan Tasbih Minimum: Di setiap rukun (Rukuk dan Sujud), pastikan Anda minimal membaca tasbih (Subhana Rabbiyal ‘Azim atau Subhana Rabbiyal A’la) satu kali secara sempurna. Jika ingin lebih baik, bacalah tiga kali.
- Berhenti Total: Setelah mencapai posisi rukuk atau sujud, rasakan bahwa seluruh tubuh Anda—dari ujung kepala hingga jari kaki—benar-benar berhenti bergerak, bahkan hanya untuk sepersekian detik.
- Tarik Napas: Gunakan fase tuma’ninah sebagai momen untuk bernapas dan mengendalikan detak jantung. Ini adalah jeda singkat untuk membersihkan pikiran.
- Hati yang Terdiam: Saat i’tidal (berdiri dari rukuk) atau duduk di antara dua sujud, fokuslah pada doa yang dibaca, dan berikan waktu bagi hati untuk benar-benar terdiam sebelum bergerak ke rukun selanjutnya.
Kesimpulan:
Tuma’ninah adalah “rem tangan” dalam shalat. Ia memaksa kita melawan laju waktu, menegaskan bahwa dalam ibadah, kualitas lebih berharga daripada kecepatan. Dengan menghidupkan tuma’ninah, kita tidak hanya menyelamatkan shalat dari pembatalan, tetapi juga memastikan bahwa shalat kita berfungsi sebagai sumber ketenangan batin, disiplin spiritual, dan pengangkat derajat di sisi Allah SWT.


